Kamis, 08 Maret 2012

Cerita Inspiratif Anak Indonesia - 6

Mi Instan di Afganishtan

Windu Prasetio – Pekerja Kemanusiaan di Kabul, Afganistan

Saya pernah bekerja untuk organisasi internasional di Banda Aceh pasca tsunami, ketika semua yang ada di permukaan buminya lenyap hanya dalam waktu sekejap. Selama hampir 3 tahun saya berada di Aceh. Keindahan alam di Banda Aceh dan sekitarnya sangatlah menarik dan perubahan cuacanya sangat ekstrim. Jarang sekali saya melihat langit berwarna merah muda.

Setelah dari Aceh, saya mendapat kesempatan untuk bekerja di bidang kemanusiaan di luar negeri, tepatnya di Kabul, Afghanistan. Alam di kota Kabul yang dikelilingi gunung selalu mengigatkan saya kepada Banda Aceh.

Pada awal-awal tinggal dan bekerja di Kabul, semua orang menanyakan saya dari mana. Ketika saya bilang saya dari Indonesia, respon mereka ternyata sempat membuat saya terkejut. Kebanyakan orang Afghanistan mengatakan, “Wah, saya sering mendengar tentang Indonesia, sebuah negara yang indah!” begitu katanya. Sebagai anak Indonesia tentunya sangat bangga mendengar itu. Kawan-kawan ekspatriat pun biasanya memberi reaksi yang cukup mengejutkan. Ternyata mereka tidak cuma melulu mengenal Bali saja. Banyak juga yang tahu tentang Yogyakarta, Bandung, Medan dan Jakarta.

Ada kawan saya yang berasal dari Jerman mendapat kesempatan untuk mengunjungi Jakarta. Ketika dia kembali ke Kabul, dia mengatakan betapa terkejutnya ketika dia melihat Jakarta untuk pertama kalinya, karena dia tidak menyangka bahwa Jakarta adalah benar-benar kota metropolitan.

Di Kabul, saya juga tidak pernah lupa untuk bercerita bahwa Indonesia sangatlah patut untuk dikunjungi. Tak sia-sia juga rupanya promosi ini. Salah satu kawan saya yang berasal dari Kanada berkata suatu hari bahwa dia akan berlibur ke Indonesia dan akan mengirim email ke saya untuk menyakan tempat-tempat yang menarik untuk dikunjungi.

Satu hal yang saya sering lakukan di Kabul adalah mengundang kawan-kawan ekspatriat dan Indonesia untuk makan bersama di mana saya (yang kebetulan gemar memasak) sering membuat masakan Indonesia, seperti rendang, dendeng balado, bihun goreng, pecel, gado-gado dan bakwan.

Berada jauh dari tanah air yang paling membuat rindu, di samping keluarga, adalah makanannya. Pernah satu kali setelah kembali ke Jakarta untuk berlibur, saya kembali ke Kabul dengan membawa banyak bahan-bahan makanan dari Indonesia, seperti bumbu pecel, bumbu gado-gado, emping manis pedas, peyek kacang, bahkan saya juga membawa batang sereh dan daun jeruk. Bahan-bahan seperti itu tidak bisa saya dapatkan di Kabul. Kalaupun ada pasti sudah dikeringkan atau dikemas dalam kaleng. Bahkan tahu pun hanya saya dapat beli dalam kemasan kaleng. Rasanya tidak seenak tahu segar yang biasa saya beli di pasar tradisional di Jakarta, tapi paling tidak bisa menghilangkan rasa rindu saya akan rasa tahu. Tapi sayangnya tidak ada yang menjual tempe di Kabul.

Kawan-kawan Indonesia di Kabul sering membawa oleh-oleh, dan satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah mi instan dari Indonesia. Mi instan menjadi seperti harta karun selama saya hidup di Kabul. Padahal sewaktu saya masih tinggal di Indonesia, saya sangat jarang mengkonsumsi mi instan.
Indonesia adalah negara tempat saya dilahirkan, tempat saya menimba ilmu dari tingkat SD sampai ke bangku kuliah, dan tempat dimana orang tua, kakak, keponakan, sepupu, om, tante dan semua kawan-kawan saya berada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar